Beberapa waktu lalu, Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, melaporkan dugaan
praktik kongkalikong antara oknum DPR dengan sejumlah kementerian dalam
pembahasan anggaran kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengamat Politik, Ray Rangkuti, menilai bahwa aksi Dipo Alam tidak murni
tujuan memberantas korupsi. Manuver Dipo terkesan lebih sebagai langkah
politik ketimbang penegakan hukum.
“Yang diserahkan ke KPK terkesan mentah dan untuk seorang menteri di
jajaran kabinet, itu tidak patut,” kata Ray saat berbincang dengan Okezone, Minggu (18/11/2012).
Ray mempertanyakan sikap Dipo Alam yang tidak bertanya langsung soal dugaan suap dilingkungan kabinet Indonesia Bersatu ke II.
“Ia (Dipo) melihat keluar kebanding ke dalam (Kabinet Indonesia Bersatu
ke II), tidak melihat ke kabinetnya sendiri, kenapa Dipo tidak bertanya
ada yang disuap dan tentu ada yang menyuap di lingkungan kabinet.
Berkaitan dugaan suap yang lakukan anggota DPR dan kementerian, harus
melakukan tindakan hukum ke dalam apa motivasi sangsi, mengapa meraka
mau melakukan tindakan tercela. Dipo harus di paksa melakukan pemberesan
ke dalam,” tuturnya.
Jika seperti ini, orang akan cepat menilai bahwa hal ini adalah pengalihan isu saja.
“Harus cepat dilakukan Dipo, atau orang menganggap ini hanyalah balas
dendam politik atau sesuatu yang mungkin pengalihan isu,” tukasnya.
Sebelumnya Dipo Alam melaporkan dugaan kongkalikong yang dilakukan DPR
dangan beberapa kementerian terkait mark up anggaran ke KPK, pada hari
Rabu 14 November lalu.
Menurut Dipo apa yang sudah dilaporkan kemarin ke masyarakat,
intinya itu bukan tudingan langsung dari dirinya. Tapi itu suara dari
laporan para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari kementerian yang sudah
diterima dan dipelajari pihaknya.
"Kami sudah kroscek dengan
pejabat yang kami laporkan dan juga mentrinya karena Seskab bukan
penegak hukum, dan ada keinginan dari PNS dan juga masyarakat, bahwa ini
diserahkan kepada KPK, laporan tersebut dengan dokumen-dokumen yang
terlampir. Saya serahkan kepada KPK malam ini," kata Dipo, Rabu 14
November lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar